Makalah
Sejarah Peradaban Islam
Perkembangan Peradaban
Islam di India
Disusun:
o
l
e
h
Ibrahm Ihksan Lubis
Semester II
Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah
Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara Medan
T.A 2014/2015
Kata Pengantar
Alhamdulillah... atas rahmat Allah,
dengan segala limpahan karunia-Nya, Makalah ini dapat disusun dengan sedemikian
rupa. Makalah ini berjudul “MAKALAH PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI INDIA.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi standar proses perkulliahan
di Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara Medan.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang di ridhoi Allah swt, maka dari
itu perkembangan islam di dunia tumbuh dengan sangat pesat. Mulai dari tanah
asalnya sampai ke beberapa negara besar di dunia termasuk negara-negara di
benua eropa, benua afrika, benua amerika dan juga benua asia. Di India
perkembangan islam juga tumbuh dengan pesat, hal ini ditandai dengan adanya
kesultanan dan kerajaan islam di India. Termasuk kesultanan Delhi dan kerajaan
Mughal (India).
B.
Rumusan Masalah
Masuknya Islam ke Anak Benua India
Faktor yang mendukung Perkembangan Islam di India
Kesultanan Delhi
Kerajaan Mughal (India)
Kemunduran dan runtuhnya Kerajaan Mughal
Daftar isi
Kata
Pengantar---i
Pendahuluan---ii
Daftar
isi---iii
Masuknya
Islam ke Anak Benua India---1
Faktor
yang mendukung Perkembangan Islam di India---2
Kesultanan
Delhi---3
Kerajaan
Mughal (India)---5
Kemunduran
dan runtuhnya Kerajaan Mughal---8
Kesimpulan---11
Daftar
Pustaka---12
PERKEMBANGAN ISLAM
DI WILAYAH PENGARUH
KULTUR ANAK
BENUA INDIA.
Dalam
tulisan Teuku May Rudy, digambarkan bahwa “Anak benua India”, sebelum terpecah
menjadi India, Pakistan, dan Bangladesh adalah sebuah wilayah yang terletak di
kawasan Asia Selatan yang mencakup luas kira-kira 2.075 mil dari utara ke
selatan dan 2.120 dari timur ke barat. Di sebelah utara, wilayah ini berbatasan
dengan wilayah Tibet (Cina) dan Afghanistan; sedangkan disebelah selatan
berbatasan dengan laut (samudera Indonesia); sebelah timur berbatasan dengan
Burma, dan di sebelah barat berbatasan dengan Persia (Iran). Perekonomian
mereka berdasarkan pada kombinasi antara penanaman hasil padi-padian di ladang
yang berpetak yang kebanyakan teririgasi dan dibajak dengan menggunakan sapi
jantan, serta pembiakan lembu jantan, kerbau, domba, kambing dan keledai.
Situasi
india, secara kultural, saat islam masuk sebenarnya sedang berada dalam titik
lemah, akibat konflik yang berkepanjangan antarkekuatan agama dan politik,
yakni antara kasta Brahmanik-Hinduisme dan keyakinan budha, serta munculnya
berbagai elit politik, terutama dominannya elit Rajput dengan elit-elit politik
Hindu. Dalam kondisi demikian, pemerintahan lokal mengambil peran yang lebih
dominan dalam menanamkan pengaruhnya terhadap rakyatnya. Tidak hanya sebatas
itu, berbagai kewenangan yang berlebihan dalam penggunaan kekuasaannya pun
hampir mudah ditemukan di setiap wilayah. Anehnya, masyarakat India tetap saja
setia pada kenyataan tersebut.
Islam
yang sekarang terdapat di anak benua India, dianut oleh mayoritas penduduk
pakistan dan minoritas india (jumlahnya sekitar seratus juta) telah masuk dan
berkembang diwilayah itu selama berabad-abad. Selama rentang waktu yang telah
demikian panjang itu, islam di India telah mengalami pasang surut dalam bidang
sosial politik dan peradabannya sehinnga akhirnya terbentuk negara Pakistan dan
komunitas muslim India dalam minoritas Hindu yang demikian besar.
A. MASUKNYA ISLAM KE ANAK BENUA
INDIA
Sebagaimana
halnya masuknya islam ke daerah-daerah di Timur Tengah, masuknya islam di india
juga melalui kontak militer. Hanya saja, kontak militar dengan orang-orang
Hindu India tidak terjadi sekaligus sebagaimana yang terjadi pada umumnya di
wilayah timur tengah, tetapi melalui tahapan-tahapan yang memakan waktu yang
lama.
Ketika
Abd Malik memimpin dinasti umayyah, ia telah mengirim tentara dibawah pimpinan
Al Hajjaj ibn yusuf ke timur, tentara
yang dikirimnya menyeberangi sungai Oxus dan dapat menundukkan Baikh, Bukhara,
Kharizm, Ferghana. Tentara juga telah sampai ke India dan menguasai Balukistan,
Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.[1] Karena peristiwa
ini terjadi pada masa pemerintahan Abd Malik maka waktunya dapat diperkirakan
antara tahun 685 hingga 705 M. Akan tetapi , penaklukkan India oleh tentara
Islam dimasa Bani Umayyah ini merupakan rintisan, sebab sekalaipun daerah itu
telah ditaklukkan , tetapi pemerintahan islam belum dapat established disana.
Dimasa
dinasti Abbasiyah, kaum muslimin mulai dapat menegakkan pemerintahan propinsi
atas wilayah India. Dipenghujung masa pemerintahan Abbasiyah kaum muslimin
dapat semakin kuat kekuasaan atas wilayah tersebut. Hal ini dapat terjadi
berawal dari melemahnya pemerintahan Abbasiyah di pusat sehingga
pemerintahannya di daerah kemudian membentuk pemerintahan sendiri yang terpisah
dari kekuasaan pusat, berwujud dinasti-dinasti kecil, salah satu diantaranya
Dinasti Ghaznawy yang terletak kira-kira 145 km dibarat daya Kabul. Dinasti ini
muncul dalam panggung sejarah pada tahun 351 H (965 M), dan mampu memperluas
kekuasaannya hingga meliputi bagian timur Iran, seluruh Afganistan dan Pakistan
serta beberapa bagian India.[2]
Penguasa
Dinasti Ghaznawi atas India meningkat disaat dinasti ini dipimpin oleh Mahmud Ghaznawy.
Masa pemerintahannya yang berjalan selama 34 tahun itu lebih banyak
dipergunakan untuk melakukan serangan-serangan ke India. Hal ini dilakukan
bukan saja disebabkan oleh keinginan untuk memperluas daerah kekuasaannya,
tetapi juga untuk melindungi penyebaran islam di negeri penyembah patung itu,
sehingga ia menamakan peperangannya dengan perang jihad yang palahanya syahid
bagi yang tewas. Sejarah mencatat bahwa dengan 17 kali serangan ke India,
Mahmud Ghaznawy dapat menguasai Pelshawar, Kasmir Bathinda (1009 M),
Baluchistan (1011-1012 M), Delhi (1014-1015 M), Mathura kanauj (1018-1019)
Ghaliwor, Kalinjar (1022 M), Sind, Makran, Kirman (1023 M), Sonathm Guijarat,
Surat (1024-1026 M), dan Newahand (1029 M). Kerajaan-kerajaan yang diraih
Mahmud Ghaznay ini menimbulkanketakutan pada raja-raja India, sehingga
mempermudah baginya menaklukkan kota-kota tertentu tanpa menghadapi perlawanan,
diantaranya kasus Herdata yaitu raja India yang memerintah kota Baran karena
takut akan kedatangan Mahmud Ghaznawy kekota itu ia segera memeluk islam dengan
disertai oleh 10.000 penduduknya.[3]
Ekspensi
islam ke India kemudian dilanjutkan oleh dinasti Ghuri sehingga kerajaan Delhi
jatuh 1192 M , dan tidak lama sesudah itu Bengal juga menjadi daerah islam.[4]
B. FAKTOR YANG MENDUKUNG
PERKRMBANGAN ISLAM DI INDIA
Faktor
yang mendukung pengembangan islam ke India adalah keinginan untuk
menyebarluaskan Islam ke daerah itu tanpa menghadapi hambatan dari raja-raja
Hindu, disertai dengan semangat ingin mendapatkan Ghanimah, sebab wilayah India
kaya dengan kuil-kuil emas yang akan menjadi kekayaan bagi tentara islam dan
pemerintah yang menakluknya. Demikian pula tidak sedikit patung-patung yang
terbuat dari logam mulia itu. Jihad dan motivasi ghanimah itu turut mendukung
bagi penaklukan wilayah India ketika itu.
Di
pihak India juga terdapat faktor yang melemahkan mereka yang berinti pada
perebutan kekuasaan antara sesama keturunan raja, sehingga antara mereka sering
terjadi peperangan, hal demikian menyebabkan mereka terlambat menyadari bahwa
kebangkitan dinasti Ghaznawy, malah mereka tidak menduga sama sekali akan
mendapat serangan dari kerajaan islam setelah berhenti nya gerakan-gerakan itu
setelah wafatnya Khalifah Al-Mu’tashim.
Dinasti
Ghaznawy yang merupakan kerajaan islam yang pertam di India bukan hanya
mengembangkan wilayah kekuasaannya, tetapi juga mengembangkan agama dan ilmu
pengetauan , termasuk didalamnya peradaban. Setelah kuil-kuil pemujaan
orang-orang Hindu dihancurkan, Ghaznawi menggantikannya dengan mendinikan
mesjid-mesjid dan melengkapinya dengan pendakwah yang berperan mengajak
orang-orang non muslim untuk masuk islam. Berdampingan dengan mesjid-mesjid itu
juga dibangun madrasah-madrasah yang tenaga pendidiknya terdiri dari ulama dan
para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Madrasah itu telah melahirkan ulama dan
ilmuan termasyhur pada masanya dan bahkan sampai sekarang. Para ilmuan itu,
sebaimana dijelaskan oleh Ahmad Amin, antara lain Al-Uthbi, seorang sejarawan
yang telah menulis dinasti Ghaznawy dalam kitab Al-yamin. Demikian pula Al
Biruni, seorang kenamaan dalam bidang matematika dan astronomi. Diantara
karyanya yang penting adalah Qanum Al Masudi dan Aal Asas Al Baqiat, sebuah
buku yang membicarakan tentangan penanggalan dan pergantian bulan, tahun serta
yang berkaitan dengan itu. Firdaus juga merupakan sastrawan terkenal yang salah
satu karyanya bejudul syah-Nam.
Kekuasaan
dinasti Ghaznawy atas India kemudian dapat dipatahkan oleh pengikut-pengikut
Ghaur Khan yang berasal salah satu suku Turki yang masuk ke India ditahun 1175
M dan hingga bertahan tahun 1206 M. India kemudian jatuh ketangan Quthbuddin
Aybak yang selanjutnya menjadi pendiri dinasti Mamluk India (1206-1290 M),
selanjutnya dinasti Thugluq (1320-1413 M) dan dinasti-dinasti sampai Babur
datang ke India dipermulaan abad 16 M dan membentuk kerajaan Mughal India.[5]
Kerajaan
Mughal India dengan Delhi sebagai ibukota, didirikan oleh Babur (Zainuddin
Babur) yang hidup pada tahun 1482-1530 M. Ia adalah salah satu cucu Timru Lank.
Timru Lank adalah Jengis Khan, bangsa yang berasal dari Mongolia, yang salah
satu cucunya yang lain datang mmenghancurkan Baghdad di tahun 1258 M. Setelah
berhasil memporak porandakan berbagai daerah islam, beberapa keluarga Jengis
Khan masuk islam, salah satu diantaranya
Zainuddin Babur yang datang ke India setelah menundukkan Kabul, Khybar,
Pass dan kemudian menyeberang ke India di tahun 1505 M, Lahore jatuh kebawah
kekuasaannya ditahun 1523 M dan empat tahun kemudian India tengah dapat
dikuasainya. Anaknya, Humayun (1530-1556 M) menggabungkan Malwa dan Gujarat ke
daerah-daerah yang telah dikuasai sebelumnya. Raja-raja berkuasa dengan
dinasti-dinasti islam dengan melemah disana, segera dapat dikuasai dan pelanjut
dari tahta kerajaan mughal yang bernama Akbar (1556-1606 M). Sultan-sultan
besar setelah Akbar adalah Jehangir (1606-1627 M) dengan permaisurinya yang
bernam Nur Jehan, Syah Jehan dan Aurangzaeb (1659-1707 M). Sesudah Aurangzaeb terdapat
sultan-sultan yang lemah yang tidak dapat mempertahankan kelanjutan kerajaan
Mughal,[6] sehingga
tidak dapat membendung kebangkitan kembali kekuasaan keturunan raja-raja India.
Dalam pada itu bangsa beratpun datang dan menancapkan kuku kekuasaannya di
India.[7]
Setelah
kekuasaan Ghaznawi lenyap dari India, sejarah tidak mencatat adalagi kegiatan
yang membawa kemajuan ilmu pengetahuan di India. Kemajuan yang dicapai kerajaan
Mughal yang dapat kita temukan sampai sekarang antara lain dibidang arsitektur
berupa bangunan antara lain Taj Mahal di Agra yang dibangun sebagai bukti cinta
sultan Jehangir kepada isetrinya Nur Jehan, benteng Merah, Mesjid Jama,
istana-istana dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi. [8]Sultan-sultan
Mughal yang nampaknya yang dipengaruhi oleh budayanya sebelum islam yaitu
peradaban Mongo yang biasa membangun perkuburannya, juga membagun makam-makam
yang indah.
C. KESULTANAN DELHI (1192-1525 M)
Periode
ini dipimpin oleh Quthubuddin Aybak setelah hancur Gaznawi (1186 M) dan dinasti
Ghuri (1192 M). Dua dinasti diatas, tampaknya tidak mampu mengembangkan
kekuasaannya. Sementara Aybak lebih pandai karena ia memiliki kemampuan
manejemen politik dan keterampilan yang sangat hebat. Hingga akhirnya, Aybak
secara independen, membentuk dinasti yang berpusat di Delhi dengan nama Kesultanan
Delhi (1206-1556 M). Kesultanan yang berisi para budak militer, menandai
adanya kesinambungan kepemimpinan pemerintahannya, baik dalam suksesi
kepemimpinan atas dasar warisan kepercayaaan militer yang cukup panjang maupun
dari segi dari keberlanjutan kepemimpinan para budak dan panglima yang tangguh
berasal dari Turki dan Afganistan serta Asia Tengah[9], sebagai
“penerus” trasi Diansti Mamluk.
Dalam
tulisan Daniel Pipes yang dikutip Ajid dan Ading[10],
menguraikan bahwa, realitas pemerintahan Aybak (Delhi) lebih mirip dengan pola
militerisme Tartar Mongol. Dalam setiap kebijakan suksesi kepemimpinan
militerisme Tartar Mongol, para pengganti biasanya tidak selalu berasal dari
sanak keluarga, tetapi bisa saja dari orang yang dianggap mampu memimpin dan
mengembangkan kekuatan militer kelompoknya. Inilah periode kekuasaan para budak
militer (the slavo soldiers) yang mewarnai wilayah timur Islam, pasca
Abbasiyah. Di sebelah barat, terutam Mesir dan Siria, kekuatan seperti ini
ditunjukkan oleh para budak-budak militer Turki yag teroganisasi dalam Muluk
Al-Burji dan Muluk Al-Bahri. Mereka pada umumnya mencari legitimasi
kekuasaan yang bernaung dibawah legitimasi para pewaris keluarga Khalipah
Dinasti Abbasiyah.
Hal
itu dilakukan dalam rangka mendapat proteksi dan kharismatik dari masyarakat
islam secara luas bahwa pemerintahannya diakui oleh tradisi Abbasiyah. Tradisi
seperti ini banyak dilakukan pada periode sebelumnya oleh para daulat-daulat
kecil (al-duwailat), dihampir
seluruh propinsi kekuasaan Abbasiya Baghdat untuk hidup secara mandiri dan
setengah independen dalam berpolitik. Kemandiriannya, secara teologi politik,
belum sepenuhnya mereka tunjukkan. Pada umumnya, mereka masih bernaung dalam
kewajiban otoritas kekhalifahan pusat yang berdasarkan konsep klasik bahwa
seorang khalifah harus berasal dari turunan Quraisy, Al-aimmat min Quraisy.
Sikap seperti ini terus mereka pelihara, baik melalui pencantuman nama para
khalifah pusat dalam koin mata uang, mendo’akannya dalam setiap kesempatan khotbah
jum’at, bahkan melalui pemberian upeti kepada kepada penguasa pusat yang masih
dianggap sakral dalam politik. Oleh karena itu, para panglima militer yang
secara de facto dan de jure berkuasa penuh saat itu, secara
politik di wilayah barat Baghdat, tetapi tidak berani menyebut dirinya sebagai
khalifah. Mereka lebih senang untuk menyebut dirinya sebagai sultan. Mereka
sangat berjasa terutama dalam menangkis berbagai serangan pasukan salib dari
eropa yang hendak menjarah kembali wilayah-wilayah islam yang sebelumnya telah
dikuasai oleh bangsa lain[11].
Atas
dasar itu, mereka harus berupaya untuk membuat garis geonologis yang
menunjukkan bahwa ia berasal dari keluarga mulia, yakni dari silsilah keluarga
raja-raja pra- islam, seperti raja Sasanid dari Persia. Mereka pada umumnya
tidak mungkin menyambungkannya dengan tokoh-tokoh keluarga besar Arab. Bahkan,
tidak sedikit dari mereka (para panglima), mengungkapkan konsep dan strategi
militer yang diunjukkan dal hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan fisiknya.
Ini dilakukan untuk menunjukkan kekuaatannya. Peran utama mereka adalah
memperluas kekuatan islam. Bahkan mereka berkeinginan kuat untuk menunjukkan dan
meyakinkan kepada raja dan masyarakat hindu bahwa kekuasaannya sangat besar dan
selalu menempati posisi yang hebat dimata rakyat India umumnya. Peran utama
ini, tampaknya didukung bukan hanya oleh kehebatannaya dalam meneta kekuatan,
melainkan juga loyalitas para budaak militer yang selalu dibinanya agar terus
membantu mereka dalam menjaga dan mengontrol kewibawaannya dimata rakyat India.
Keberhasilan
dan kesuksesan sultan-sultan budak sebagai tradisi Mamluk terdahulu yang
diterapkan dalam memerintah wilayah sekitar India, bukan hanya mengahasilkan
kontrol politik, melainkan juga sangat mewarnai proses islamisasi. Salah satu
cara yang dilakukan oleh para penguasa untuk mengenalkan islam kepada mereka
adalah menerjemahkan teks-teks keislaman dengan jumlah kurang lebih 1.500 buah
dari bahasa Arab dan Persia kedalam berbagai lokal bahasa India. Dengan cara
demikian, pemikiran tentang keislaman masuk kedalam masyarakat India, kecuali
di puasat-pusat hindu yang eksrtem seperti di Vijayanagar sebagaimana temuan
sayyidina Alvi sebagaimana dikutip Ajid dan Ading[12].
Lambat
daun, posisi India sebagai simboldari masyarakat muslim di Asia Selatan, secara
keseluruhan berhasil mengembangkan warisan “Irano Turkish” dalam membangun
peradaban di wilayah ini. Dalam hal tradisi militer , mereka membawa
dasar-dasar karakter Turki, sedangkan dalam administrasi politik dan bahasa
komunikasi pemerintahan (the languange of high culture), bahasa Persia
menjadi bahasa pengantar, sekaligus menjadi bahasa resmi diseluruh wilayah yang
berada di bawah pemerintahan mereka.
Peran
India, pada akhirnya menjadisolusi atau sebagai simbol dari arus pemikiran
islam yang membeku di Timur Tengah saat itu akibat suasana yang mencekam oleh
situasi Mongolisme- kembali menjadi cair oleh bangkitnya keislaman di Asia
Selatan, terutama setelah Hijaz menjadi wilayah persimpangan antara India dan
Mekkah. Contoh spesipik dalam hal ini adalah hubungan sultan Muhammad Tughluq
(1325-1351 M) yang begitu dalam dengan pemikira Ibnu Taymiyah (1263-1327 M),
seorang pemikir pasca0 Mongol. Bahkan, ia terinspirasi oleh berbagai pemikiran
ulama yang satu ini hingga ia banyak menggagas kembali penegakan sistem
kekhalifahan untuk diterapkan di wilayah India. Hubungan baik ia jalin melalui
bahasa hubungan diplomatik dengan penguasa Mamluk di Mesir. Ternyata, mereka
melindungi turunan para khalifah Abbasiyah sebagai penguasa antar waktu.
Tughluq meminta legitimasi spiritual sebagai penguasa yang sah kepada para
khalifah Abbasiyah di Mesir untuk memimpin umat islam di India. Kesadaran
sejarah politik sunni pada periode pertengahan ternyata terus tumbuh dan
dipelihara oleh proses dan tradisi seperti ini. Kejayaan ini mulai menghilang
ketika imperialisme Barat mulai berdatangan yang memandang bahwa pendirian
wilayah kekuasaan tidak perlu meminta izin dan legitimasi dari siapa pun,
kecuali dari rakyat yang mendukungnya[13].
Setelah
periode Khalji (1290-1320 M) dan Tughluq (1320-1413 M) mulai menurun. Periode
ini dipegang oleh keluarga budak sayyid (1414-1415 M M), turunan keluarga
rasulullah SAW, dan keluarga Lodi (1451-1526 M). Hingga Lodi dugulingkan
kepemimpinannyan ketika kalah pertempuran dengan Zahiruddin Babur yang didukung
oleh Timur Lenk (1526 M). Sejak saat itu, kesultanan Delhi hancur dan diganti
dengan kesultanan Mughal.
D. KERAJAAN MUGHAL
Kerajaan
Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Kerajaan Syafawi. Jadi,
diantara tiga kerajaan besar islam tersebut kerajaan inilah yang termuda.
Kerajaan Mughal bukanlah kerjaan islam pertama di anak benua india. Awal
kekuasaan islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah Al-Walid, dari
dinasti Bani Umayah dibawah pimpinan Muhammad Ibnu Qosim (Syed Muhammad Natsir,
t.th.: 163).
Pada
fase disentegrasi, dinasti Ghaznawi mengembangkan kekuasaannya di India di
bawah pimpinan Sultan Mahmud dan pada tahun 1020 M, ia berhasil menaklukkan
hampir semua kerajaan Hindu di wilayah ini, sekaligus mengislamkan sebagian
masyrakatnya. Setelah dinasti Ghaznawi hancur, muncul dinasti-dinasti kecil
seperti Mamluk (1206-1290 M), Khalji (1296-1316 M), Tuglug (1320-1412 M), dan
dinasti –dinasti lain.
Kerajaan
Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur,
salah satu dari cucu Timur Lenk, (Syed Muhammad Natsir, t.th.: 162). Ayahnya
bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Fergahna dari
orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Ia berambisi dan bertekad akan
menaklukkan Samarkand yag menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu.
Pada mulanya, ia mengalami kekalahan tetapi karena mendapat bantu dari Raja
Safawi, Ismail I akhirnya berhasil menaklukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada
tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu kota Afghanistan.
Setelah
kabul dapat ditaklukkan, babur meneruskan ekspansi nya ke India. Kala itu
Ibrahim Lodi, penguasa India, dilanda krisis, sehingga stabilitas pemerintahan
menjadi kacau. Alam Khan, paman dari Ibrahim Lodi bersama-sama Daulat Khan,
Gubernur Lahore, mengirim utusan ke Kabul, meminta batuan Babur untuk
menjatuhkan pemerintahan Ibrahim di Delhi. Permohonanitu langsung diterimanya.
Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore.
Setelah itu, ia memimpin tentaranya menuju Delhi. Pada tanggal 21 April 1526 M,
terjadilah pertempuran yang dahsyat di Punjab. Ibrahim beserta ribuan
tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu. Babur memasuki kota Delhi sebagai
pemenang dan menegakkan pemerintahannya disana. Dengan demikian, berdirilah
kerajaan Mughal di India.
Setelah
kerajaan Mughal berdiri, raja-raja hindu di seluruh India menyusun angkatan
perang yang besar untuk menyerang Babur. Namun, pasukan hindu ini dapat di
kalahkan Babur sementara itu, di Afghanistan maish ada golongan yang setia
kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi, Mahmud,
menajadi sultan. Tetapi sultan Mahmud Lodi dengan mudah dikalahkan Babur dalam
pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M. Pada tahun 1530 M, Babur meninggal dunia
dalam usia 48 tahun setelah pemerintah selama 30 tahun, dengan meninggalkan
kejayaan-kejayaan yang cemerlang. Pemerintah selanjutnya dipegeng oleh anaknya
Humayun.
Humayan,
putra sulung Babur, dalam melaksanakan pemerintahan banyak menghadapi
tantangan. Sepanjang masa kekuasaannya selama sembilan tahun(1530-1539 M)
negara tidak pernah aman. Ia senantiasa berperang melawan musuh. Diantara
tantangan yang muncul adalah pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang
memisahkan diri dari Delhi. Pemberontakan ini dapat dipadamkan. Bahadur Syah
melarikan diri dan Gujarat dapat dikuasai. Pada tahun 1540 M terjadi
pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam pertempuran ini Humayan mengalami
kekalahan. Ia terpaksa melarikan diri ke Kandahardan selanjutnya ke Persia. Di
Persia ia menyusun kembali tentaranya. Kemudian dari sini ia menyerang
musuh-musuhnya dengan bantuan raja Persia, Tahmasp. Humayan dapat mengalahkan Sher
Khan Syah setelah hampir 15 tahun berkelana meninggalkan Delhi. Ia kembali ke
India dan menduduki tahta kerajaan Mughal pada tahun 1555 M. Setahun setelah
itu (1556 M), ia meninggal dunia karena terjatuh dari tannga perpustakaan nya,
Din Panah.
Humayan
digantikan oleh anak nya, Akbar yang berusia 14 tahun. Karena ia masih muda
segala urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang Syi’i. Pada masa
Akbar inilah kerajaan Mughal mencapai masa keemasannya.
Di
awal masa pemerintahannya, Akbar mengahadapi pemberontakan sia-sia keturunan
Sher Khan Shah yang masih berkuasa di Punjab. Peberontakan yang mengancam
kekuasaan Akbar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai
Gwalior dan Agra. Pasukan pemberontak itu berusaha memasuki kota Delhi. Bairam
Khan menyambut kedatangan pasukan tersebut, sehingga terjadilah peperangan yang
dahsyat, yang disebut panipa II pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan, ia
ditangkap, kemudian dieksekusi. Dengan demikian Agra dan Gwalior dapat dikuasai
penuh.
Setelah
Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai
pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran syi ‘ah.
Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun
1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai
menyusun program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor,
Ranhabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orisha, Deccam,
Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu
diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.
Dalam
pemerintahan militeristik tersebut sultan adalah penguasa diktator, pemerintah
daerah dipegang ole seorang sipah salar (kepala komandan), sedang
subdistrik dipegang ole faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga
diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran. Jabatan-jabatan itu
memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran.
Akbar
juga menerapkan apa yanga dinamakan dengan politik sulakhul (toleransi
universal). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak
dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.
Kemajuan
yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan yang besar dan
terkenal pada abad ke-17, yaitu Akbar (1556-1606), Jengahir (1606-1627) dengan
permaisurinya Nurjannah, Syah Jehan (1628-2658), dan Aurangzeb (1659-1707). Setelah
itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja
berikutnya.Masing-masing dari tiga kerajaan ini mempunyai masa kejayaan sendiri
baik dibidang ekonomi, budaya, maupun arsitektur.
1.
Kondisi Politik dan Ekonomi
Kerajaan Mughal Abad ke-17
Kemantapan
stabilitas politik karena sistem pemerintahan yang diterapkan Akbar membawa
kemajuan dalam bidang-bidang yang lain. Dalam bidang ekonomi Kerajaan Mughal.
Dapat megembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Akan
tetapi, sumber keuangan negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian. Di
sektor pertanian ini, komunikasi antara pemerintah dengan petani diatur dengan
baik. Pengaturan itu didasarkan atas lahan pertanian. Deh, merupakan
unit lahan pertanian terkecil. Beberapa Deh tergabung dalam pargana (desa).
Komunitas petani dipimpin oleh seorang mukaddam. Melalui para mukaddam itulah
pemerintah berhubungan dengan petani. Kerajaan berhak atas sepertiga dari hasil
pertanian di negeri itu. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting ketika
itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah,
tembakau, kapas, nilai dan baha-bahan celupan.
Di samping
untuk kepentingan dalam negeri, hasil pertanian itu di ekspor ke eropa afrika,
arabia, da asia tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaian
tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan
Bengal. Untuk meningkatkan produksi, Jehangir mengizinkan Inggris dan Belanda
(1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.
2.
Kondisi Sosial Kerajaan
Mughal Abad ke-17
Di
masa Akbar kerajaan tidak dilaksanakan dengan kekerasan, ia banyak menyatu
dengan rakyat, bahkan rakyat dari berbagai agama tidak dipandangnya sebagai
orang lain dan dirinya pun dibuatnya menjadi orang Hindustan sejati. Dalam
urusan pemerintahan, dia menyusun petadbiran secara teratur yang jarang
taranya, sehingga Inggris satu setengah abad kemudian setelah menaklukkan
India, tidak dapat memilih jalan lain, hanya meneruskan administrasi Sultan
Akbar.
Amir-amir
dan sultan-sultan Islam yang selama ini berkuasa di daerahnya sendiri dengan
cara kesewenang-wenangan bersama dengan para maharaja beragama Brahmana, berkat
Akbar semuanya telah menjadi tiang-tiang bagi sebuah imperium islam yang besar
di Benua India. Disamping itu, pemerintahan tidak dipegangnya sendiri, tetapi
diadakannya menteri-menteri. Kepada pemungut pajak diperintahkan dengan keras agar
tidak memungut pajak dengan memaksa dan memeras. Di dalam persoalan agama,
beliau sangat toleran dan bagi orang yang beragama Hindu dihormati oleh Akbar
dan tidak dipaksa untuk memeluk agama islam (Hamka, 1987: 150-1). Dengan
demikian Akbar adalah seorang reforman Kerajaan Mughal yang telah menata
pemerintahan dengan sistem yang lebih baik di bandingkan dengan sistem yang
lebih baik dibanding dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya. Di bidang agama, ia
adalah sebagai tokoh moderat yang memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk
melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Dengan
adanya kebijakan seperti di atas , rakyat India sangat simpati kepadanya dan
kehidupan sosial masyarakat saling hormat-menghormati serta senantiasa
menjunjung tinggi toleransi. Setelah Akbar wafat, Kerajaan Mughal diganti oleh
Salim dengan gelar Nuruddin Muhammmad Jangahir Padshah Ghazi,( Syed Muhammad
Natsir, t.th.: 272). Jangahir dalam memerintah kerajaan tidak sehebat ayahnya
Akbar, ia terlalu baik hati dan lemah terutama karena pengaruh permaisuri yang
suka mencampuri yang suka mencampuri pemerintahan di belakang layar. Jangahir
beraliran sunni, bahasa resmi yang dipakai adalah bahasa Persia (Hamka, 1987:
155).
3. Kondisi Pengetahuan dan Seni Kerajaan Mughal Abad ke-17
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi Kerajaan Mughal Abad
ke-17, mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan, seni dan budaya. Dibidang
pengetahuan kebahasaan Akbar telah menjadikan tiga bahasa sebagai bahasa
nasional, yaitu bahasa Arab sebagai bahasa Agama, bahasa Turki sebagai
bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahasa Istana dan kesusastraan (Hamka,
1987: 152). Selain itu, Akbar memodifikasi tiga bahasa tersebut ditambah dengan
bahasa Hindu dan menjadi bahasa Urdu (Hamka, 1987: 152). Di bidang filsafat
cukup maju dan satu diantara tokohnya adalah Akbar sendiri, sementara ahli
tasawuf yang terkenal pada masa itu adalah Mubarok, Abul Faidl, dan Abul Fadl,
(Hamka, 1987: 152).
Sementara karya seni yang paling menonjol adalah karya sastra
gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun bahasa India. Penyai
India yang yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayadi seorang sastrawan sufi
yang menghasilkan karya besar yang berjudul Padmavad, sebuah karya
alegolis yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia, (Yatim, 1997: 151).
Karya seni yang dapat dinikmati sekarang merupakan karya seni terbesar yang
tercapai Kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan
mengagumkan. Pada masa Akbar, dibangun istana Fatpur di Sikri, vila, dan masjid
yang indah. Pada zaman Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj
Mahal di Aqra, Masjid Raya Delhi di Istana Indah, Lahore, (Yatim, 1997: 151).
Gedung-gedung sejarah yang ditinggalkan periode ini (abad
ke-17)adalah Tajmahal di Aqra, istana-istana dan gedung-gedung pemerintahan di
Delhi. Sultan-sultan Mughal juga mendirikan makam-makam yang indah,(Nasution,
1985:86). Berdasarkan ilmu pengetahuan di atas maka ilmu pengetahuan, seni dan
budaya pada masa Kerajaan Mughal cukup pesat khususnya pada masa Akbar dan
Aurangzeb.
B. KEMUNDURAN DAN RUNTUHNYA KERAJAAN MUGHAL
Setelah
satu setengah abad dinasti Mughal berada di punjak kejayaannya, para pelanjut
Aurangzeb tidak sanggup membuat dia mempertahankan kebesaran yang telah dibina
oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki
masa-masa kemuduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan
di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, ajang separatis Hindu di India
tengah, Sikh di belahan utara dan islam dibagian timur semakin lama semakin
mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya di
izinkzn oleh Jehangir menanamkan modal di India, denhan didukung oleh kekuatan
bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada
masa Aurangzeb, pemberontak terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul,
tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan
Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah ia
wafat penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problem yang
ditinggalkan.
Sepeninggalan
Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua
Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[14] Putra
Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut alira
Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan
pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan
pada perlawanan penduduk Lahore karena nasipnya yang terlampau memaksakan
ajaran syi’ah kepada mereka.[15]
Setelah
Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan
kekuasaan dikalangan keluarga istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus
Syah. Akan tetapi pemerintahannya ditentang oleh Zulfikar Khan putra Azad Khan,
waris Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M dan digantikan oleh putranya,
Jihandar Syah dapat disingkirkan oleh Frukh Siyar tahun 1713 M.
Frukh
Siyar berkuas sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid, tapi tewas
ditangan penduduknya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya, diangkat Muhammad Syah
(1719-1748 M). Namun, ia dan pendududknya terusir oleh suku Asyfar di bawah pi
mpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapnya kekuasaan safawi
di Persia. Keinginan Nadir Syah untuk menundukkan kerajaan Mughal terutama karena
menurutnya, kerajaan ini banyak sekali memberikan bantuan kepada pemberontak
Afghan di daerah Persia.[16] Oleh
karena itu, pada tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, ia menyerang
kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada
Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia bersedia memberi
hadiah yang sangat banyak kepada Nadir Syah. Kerajaan Mughal baru dapat
melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan dipegang Chin Qilich Khan
yang bergelar Nizam Al-Mulk (1722-1732 M) karena mendapat dukungan dari
Marathas. Akan tetapi, tahun 1732 M, Nizam Al-Mulk meninggalkan Delhi menuju
Hiderabet dan menetap disana.[17]
Konflik-konflik
yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintah
daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusa, bahkan
cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Hiderabat dikuasai
Nizam Al-Mulk, Marathas dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan
sendiri dibawah pimpinan Jai Singh dari Amber, punjab dikuasai oleh Sadat Khan,
Bengal dikuasai Syuja’Al-Din, menantu Mursyid Qulli, penguasa Bengal yang
diangkat Aurangzeb. Sementara wilayah-wilayah pantai banyak yang dikuasai para
pedagang asing.
Disentegrasi
wilayah kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang
disamping melepaskan loyalitas terhadap pemerintah pusat, juga mereka
senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksistensi dinasti Mughal itu sendiri.
Setelah
Muhammad Syah meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh Ahmad Syah (1748-1754 M)kemudian
diteruskan ole Alamghir II(1754-1759 M), kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad
Khan Durrani dari Afghan. Kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejak itu
Mughal berada di bawah kekuasaan Afghan, meskipun Syah Alam tetap di izinkan
memakai gelar sultan.
Ketika
Kerajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada tahun itu juga
perusahaan inggris yang sudah semakin kuat mengangkat senjata melawan
pemerintah Kerajaan Mughal. Peperangan berlangsung berlarut-larut. Akhirnya,
Syah Alam membuat perjanjian damai dengan menyerahkan Oudh , Bengal, dan Orisa
pada Inggris.[18]
Sementara itu, Najib Al-Daula, wazir Mughal dikalahkan oleh aliansi Sikh-Hindu,
sehingga Delhi dikuasai Sindhia dari Marathas. Akan tetapi Sindhia dapat
dihalau kembali oleh Syah Alam dengan bantuan Inggris (1803 M).[19]
Syah
Alam meninggal tahun 1804 M. Tahta kerajaan selanjutnya dipegang ole Akbar II
(1806-1837 M). Pada masa pemerintahan Akbar memberi konsesi kepada EIC untuk
mengembangkan usahanya di anak benua india sebagaimana yang diinginkan Inggris,
tapi pihak perusahaan harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Dengan
demikian, kekuasaan sudah berada ditangan Inggris, meskipun kedudukan dan gelar
sultan dipertahankan. Bahadur Syah (1837-1858 M), penerus Akbar, tidak menerima
isi perjanjian antara EIC dengan ayahnya itu, sehingga terjadi konflik antar
dua kekuatan tersebut.
Pada
waktu yang sama, pihak EIC mengalami kerugian, karena penyelenggaraan
administrasi perusahaan yang kurang efisien, padahal mereka harus menjamin
kehidupan istana. Untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan
istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan
cenderung kasar. Karena rakyat merasa ditekan , maka mereka baik yang beragama
Hindu maupun islam bangkit mengadakan pemberontakan. Mereka meminta kepada
Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan
kekuasaan kerajaan Mughal di India. Dengan demikian, terjadilah perlawanan
rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M
Perlawanan
mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari
beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman
yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi,
rumah-rumah ibadah banyak dihancurkan dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir
diusar dari istana (1858 M).[20] Dengan
demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan India dan
tinggallah di sana umat Islam yang berjuang mempertahankan eksistensi mereka.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu
setengah abad terakhir membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga
operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau
oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka
kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang
mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dala melaksanakan
ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sanat
sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4.
Semua pewaris tahta
kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang
kepemimpinan.
[1] Ibid.h.
500
[2] Ibid.h.
501
[3].Ibid
[4] Ahmad
sylabi, Taulih Islam wa-Khadarah al-Islamiyah, Cairo, Maktabah Nahdh
al-Mishriyah, 1979,Juz IV, 35.
[5] Harun
nasution, Islam ditinjau dari beberapa aspek, Jakarta, UI Press, 1985,h.62
[6] Hasan
ahmad mahmud, Al islam wa al Hadharat fi asia wa al-wustha baina al-fathain al-
arabia wa al- turki, cairo, Dar al-vahdhah,1965, h.206.
[7] Hasan
ibrahim hasan, Tarikh al-islam wa alsiasi wa al-din wa al saqati wa
al-ijtima’i, kairo, maktabah al nahdhah-misriyah, 1979, h.86
[8] Nasution,
islam ditinjau dari beberapa aspek....,h.79.
[9] Ajid
thohir & Ading Kasdiana. Islam di Asia Selatan. Bandung: humaniora, 2006,
hlm.88.
[10] Ibid
[11] Harun
nasution, op cit., hlm. 78, lihat pula Ading dan Ajid, op. Cit., hlm. 89.
[12] Op.
Cit., hlm. 90.
[13] Syed
Amir Ali. Api islam,Terj. H.B. Jasin. Jakarta: Bulan-Bintang, 1978, hlm.
261-263
[14] S.M.
Ikram, muslim civilitation in india, (new york: colombia university press),
hlm. 254.
[15] Ibid.
Hlm. 255
[16] Hamka,
op. Cit.., hlm. 161-162
[17] S.M.
Ikram, op. Cit., hlm. 258
[18] Hamka,
op. Cit.., hlm. 163
[19] S.M.
Ikram, op. Cit., hlm. 256
[20] Ibid.
Hlm. 277
Kesimpulan:
Islam masuk ke India melalui
kontak militer, Faktor yang mendukung pengembangan islam ke India adalah
keinginan untuk menyebarluaskan Islam ke daerah itu tanpa menghadapi hambatan
dari raja-raja Hindu, disertai dengan semangat ingin mendapatkan Ghanimah,
sebab wilayah India kaya dengan kuil-kuil emas yang akan menjadi kekayaan bagi
tentara islam dan pemerintah yang menakluknya. Islam berkembang dan tumbuh
dengan pesat di negara ini hal ini dapat dibuktikan dengan kerajaan/kesultanan
besar seperti kerajaan Mughal dan kesultanan Delhi.
Daftar pustaka
Yatim M.A, Dr Badri, SejarahPeradaban Islam,
dirasah islamiyah II, (Jakarta: RAJAWALI PERS, 2003)
Supriyadi M.Ag, Dedi. Sejarah Peradaban
Islam,pengantar prof. Dr.H.I.Nurul Aen, MA., fakultas syri;ah dan Hukum UIN
Sunan Gunung Djati Bandung (Bandung: Pustaka Setia, 2002)
Rohana M.Hum, Dra. Laila dan Achiriah M.Hum, Dra,
Sejarah Peradaban Islam (citapustaka, MEDIA PERINTIS, penerbit buku umum dan
perguruan tinggi, 2006)
satu komentar anda sangat berarti bagiku sbg penulis, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran anda sekalian.
BalasHapus