Kamis, 04 Juni 2015

perkembangan peradaban islam di india



Makalah
Sejarah Peradaban Islam
Perkembangan Peradaban Islam di India

Disusun:
o
l
e
h
Ibrahm Ihksan Lubis

Semester II
Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan

T.A 2014/2015





Kata Pengantar



            Alhamdulillah... atas rahmat Allah, dengan segala limpahan karunia-Nya, Makalah ini dapat disusun dengan sedemikian rupa. Makalah ini berjudul “MAKALAH PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI INDIA. Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi standar proses perkulliahan di Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.












Pendahuluan

A.  Latar Belakang

            Islam adalah agama yang di ridhoi Allah swt, maka dari itu perkembangan islam di dunia tumbuh dengan sangat pesat. Mulai dari tanah asalnya sampai ke beberapa negara besar di dunia termasuk negara-negara di benua eropa, benua afrika, benua amerika dan juga benua asia. Di India perkembangan islam juga tumbuh dengan pesat, hal ini ditandai dengan adanya kesultanan dan kerajaan islam di India. Termasuk kesultanan Delhi dan kerajaan Mughal (India).

B.   Rumusan Masalah
Masuknya Islam ke Anak Benua India
Faktor yang mendukung Perkembangan Islam di India
Kesultanan Delhi
Kerajaan Mughal (India)
Kemunduran dan runtuhnya Kerajaan Mughal












Daftar isi


Kata Pengantar---i
Pendahuluan---ii
Daftar isi---iii
Masuknya Islam ke Anak Benua India---1
Faktor yang mendukung Perkembangan Islam di India---2
Kesultanan Delhi---3
Kerajaan Mughal (India)---5
Kemunduran dan runtuhnya Kerajaan Mughal---8
Kesimpulan---11
Daftar Pustaka---12








PERKEMBANGAN ISLAM 
DI WILAYAH PENGARUH 
KULTUR ANAK BENUA INDIA.


            Dalam tulisan Teuku May Rudy, digambarkan bahwa “Anak benua India”, sebelum terpecah menjadi India, Pakistan, dan Bangladesh adalah sebuah wilayah yang terletak di kawasan Asia Selatan yang mencakup luas kira-kira 2.075 mil dari utara ke selatan dan 2.120 dari timur ke barat. Di sebelah utara, wilayah ini berbatasan dengan wilayah Tibet (Cina) dan Afghanistan; sedangkan disebelah selatan berbatasan dengan laut (samudera Indonesia); sebelah timur berbatasan dengan Burma, dan di sebelah barat berbatasan dengan Persia (Iran). Perekonomian mereka berdasarkan pada kombinasi antara penanaman hasil padi-padian di ladang yang berpetak yang kebanyakan teririgasi dan dibajak dengan menggunakan sapi jantan, serta pembiakan lembu jantan, kerbau, domba, kambing dan keledai.
            Situasi india, secara kultural, saat islam masuk sebenarnya sedang berada dalam titik lemah, akibat konflik yang berkepanjangan antarkekuatan agama dan politik, yakni antara kasta Brahmanik-Hinduisme dan keyakinan budha, serta munculnya berbagai elit politik, terutama dominannya elit Rajput dengan elit-elit politik Hindu. Dalam kondisi demikian, pemerintahan lokal mengambil peran yang lebih dominan dalam menanamkan pengaruhnya terhadap rakyatnya. Tidak hanya sebatas itu, berbagai kewenangan yang berlebihan dalam penggunaan kekuasaannya pun hampir mudah ditemukan di setiap wilayah. Anehnya, masyarakat India tetap saja setia pada kenyataan tersebut.
            Islam yang sekarang terdapat di anak benua India, dianut oleh mayoritas penduduk pakistan dan minoritas india (jumlahnya sekitar seratus juta) telah masuk dan berkembang diwilayah itu selama berabad-abad. Selama rentang waktu yang telah demikian panjang itu, islam di India telah mengalami pasang surut dalam bidang sosial politik dan peradabannya sehinnga akhirnya terbentuk negara Pakistan dan komunitas muslim India dalam minoritas Hindu yang demikian besar.


A. MASUKNYA ISLAM KE ANAK BENUA INDIA

            Sebagaimana halnya masuknya islam ke daerah-daerah di Timur Tengah, masuknya islam di india juga melalui kontak militer. Hanya saja, kontak militar dengan orang-orang Hindu India tidak terjadi sekaligus sebagaimana yang terjadi pada umumnya di wilayah timur tengah, tetapi melalui tahapan-tahapan yang memakan waktu yang lama.
            Ketika Abd Malik memimpin dinasti umayyah, ia telah mengirim tentara dibawah pimpinan Al Hajjaj ibn  yusuf ke timur, tentara yang dikirimnya menyeberangi sungai Oxus dan dapat menundukkan Baikh, Bukhara, Kharizm, Ferghana. Tentara juga telah sampai ke India dan menguasai Balukistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.[1] Karena peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Abd Malik maka waktunya dapat diperkirakan antara tahun 685 hingga 705 M. Akan tetapi , penaklukkan India oleh tentara Islam dimasa Bani Umayyah ini merupakan rintisan, sebab sekalaipun daerah itu telah ditaklukkan , tetapi pemerintahan islam belum dapat established disana.
            Dimasa dinasti Abbasiyah, kaum muslimin mulai dapat menegakkan pemerintahan propinsi atas wilayah India. Dipenghujung masa pemerintahan Abbasiyah kaum muslimin dapat semakin kuat kekuasaan atas wilayah tersebut. Hal ini dapat terjadi berawal dari melemahnya pemerintahan Abbasiyah di pusat sehingga pemerintahannya di daerah kemudian membentuk pemerintahan sendiri yang terpisah dari kekuasaan pusat, berwujud dinasti-dinasti kecil, salah satu diantaranya Dinasti Ghaznawy yang terletak kira-kira 145 km dibarat daya Kabul. Dinasti ini muncul dalam panggung sejarah pada tahun 351 H (965 M), dan mampu memperluas kekuasaannya hingga meliputi bagian timur Iran, seluruh Afganistan dan Pakistan serta beberapa bagian India.[2]
            Penguasa Dinasti Ghaznawi atas India meningkat disaat dinasti ini dipimpin oleh Mahmud Ghaznawy. Masa pemerintahannya yang berjalan selama 34 tahun itu lebih banyak dipergunakan untuk melakukan serangan-serangan ke India. Hal ini dilakukan bukan saja disebabkan oleh keinginan untuk memperluas daerah kekuasaannya, tetapi juga untuk melindungi penyebaran islam di negeri penyembah patung itu, sehingga ia menamakan peperangannya dengan perang jihad yang palahanya syahid bagi yang tewas. Sejarah mencatat bahwa dengan 17 kali serangan ke India, Mahmud Ghaznawy dapat menguasai Pelshawar, Kasmir Bathinda (1009 M), Baluchistan (1011-1012 M), Delhi (1014-1015 M), Mathura kanauj (1018-1019) Ghaliwor, Kalinjar (1022 M), Sind, Makran, Kirman (1023 M), Sonathm Guijarat, Surat (1024-1026 M), dan Newahand (1029 M). Kerajaan-kerajaan yang diraih Mahmud Ghaznay ini menimbulkanketakutan pada raja-raja India, sehingga mempermudah baginya menaklukkan kota-kota tertentu tanpa menghadapi perlawanan, diantaranya kasus Herdata yaitu raja India yang memerintah kota Baran karena takut akan kedatangan Mahmud Ghaznawy kekota itu ia segera memeluk islam dengan disertai oleh 10.000 penduduknya.[3]
            Ekspensi islam ke India kemudian dilanjutkan oleh dinasti Ghuri sehingga kerajaan Delhi jatuh 1192 M , dan tidak lama sesudah itu Bengal juga menjadi daerah islam.[4]


B. FAKTOR YANG MENDUKUNG PERKRMBANGAN ISLAM DI INDIA

            Faktor yang mendukung pengembangan islam ke India adalah keinginan untuk menyebarluaskan Islam ke daerah itu tanpa menghadapi hambatan dari raja-raja Hindu, disertai dengan semangat ingin mendapatkan Ghanimah, sebab wilayah India kaya dengan kuil-kuil emas yang akan menjadi kekayaan bagi tentara islam dan pemerintah yang menakluknya. Demikian pula tidak sedikit patung-patung yang terbuat dari logam mulia itu. Jihad dan motivasi ghanimah itu turut mendukung bagi penaklukan wilayah India ketika itu.
            Di pihak India juga terdapat faktor yang melemahkan mereka yang berinti pada perebutan kekuasaan antara sesama keturunan raja, sehingga antara mereka sering terjadi peperangan, hal demikian menyebabkan mereka terlambat menyadari bahwa kebangkitan dinasti Ghaznawy, malah mereka tidak menduga sama sekali akan mendapat serangan dari kerajaan islam setelah berhenti nya gerakan-gerakan itu setelah wafatnya Khalifah Al-Mu’tashim.
            Dinasti Ghaznawy yang merupakan kerajaan islam yang pertam di India bukan hanya mengembangkan wilayah kekuasaannya, tetapi juga mengembangkan agama dan ilmu pengetauan , termasuk didalamnya peradaban. Setelah kuil-kuil pemujaan orang-orang Hindu dihancurkan, Ghaznawi menggantikannya dengan mendinikan mesjid-mesjid dan melengkapinya dengan pendakwah yang berperan mengajak orang-orang non muslim untuk masuk islam. Berdampingan dengan mesjid-mesjid itu juga dibangun madrasah-madrasah yang tenaga pendidiknya terdiri dari ulama dan para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Madrasah itu telah melahirkan ulama dan ilmuan termasyhur pada masanya dan bahkan sampai sekarang. Para ilmuan itu, sebaimana dijelaskan oleh Ahmad Amin, antara lain Al-Uthbi, seorang sejarawan yang telah menulis dinasti Ghaznawy dalam kitab Al-yamin. Demikian pula Al Biruni, seorang kenamaan dalam bidang matematika dan astronomi. Diantara karyanya yang penting adalah Qanum Al Masudi dan Aal Asas Al Baqiat, sebuah buku yang membicarakan tentangan penanggalan dan pergantian bulan, tahun serta yang berkaitan dengan itu. Firdaus juga merupakan sastrawan terkenal yang salah satu karyanya bejudul syah-Nam.
            Kekuasaan dinasti Ghaznawy atas India kemudian dapat dipatahkan oleh pengikut-pengikut Ghaur Khan yang berasal salah satu suku Turki yang masuk ke India ditahun 1175 M dan hingga bertahan tahun 1206 M. India kemudian jatuh ketangan Quthbuddin Aybak yang selanjutnya menjadi pendiri dinasti Mamluk India (1206-1290 M), selanjutnya dinasti Thugluq (1320-1413 M) dan dinasti-dinasti sampai Babur datang ke India dipermulaan abad 16 M dan membentuk kerajaan Mughal India.[5]
            Kerajaan Mughal India dengan Delhi sebagai ibukota, didirikan oleh Babur (Zainuddin Babur) yang hidup pada tahun 1482-1530 M. Ia adalah salah satu cucu Timru Lank. Timru Lank adalah Jengis Khan, bangsa yang berasal dari Mongolia, yang salah satu cucunya yang lain datang mmenghancurkan Baghdad di tahun 1258 M. Setelah berhasil memporak porandakan berbagai daerah islam, beberapa keluarga Jengis Khan masuk islam, salah satu diantaranya  Zainuddin Babur yang datang ke India setelah menundukkan Kabul, Khybar, Pass dan kemudian menyeberang ke India di tahun 1505 M, Lahore jatuh kebawah kekuasaannya ditahun 1523 M dan empat tahun kemudian India tengah dapat dikuasainya. Anaknya, Humayun (1530-1556 M) menggabungkan Malwa dan Gujarat ke daerah-daerah yang telah dikuasai sebelumnya. Raja-raja berkuasa dengan dinasti-dinasti islam dengan melemah disana, segera dapat dikuasai dan pelanjut dari tahta kerajaan mughal yang bernama Akbar (1556-1606 M). Sultan-sultan besar setelah Akbar adalah Jehangir (1606-1627 M) dengan permaisurinya yang bernam Nur Jehan, Syah Jehan dan Aurangzaeb (1659-1707 M). Sesudah Aurangzaeb terdapat sultan-sultan yang lemah yang tidak dapat mempertahankan kelanjutan kerajaan Mughal,[6] sehingga tidak dapat membendung kebangkitan kembali kekuasaan keturunan raja-raja India. Dalam pada itu bangsa beratpun datang dan menancapkan kuku kekuasaannya di India.[7]
            Setelah kekuasaan Ghaznawi lenyap dari India, sejarah tidak mencatat adalagi kegiatan yang membawa kemajuan ilmu pengetahuan di India. Kemajuan yang dicapai kerajaan Mughal yang dapat kita temukan sampai sekarang antara lain dibidang arsitektur berupa bangunan antara lain Taj Mahal di Agra yang dibangun sebagai bukti cinta sultan Jehangir kepada isetrinya Nur Jehan, benteng Merah, Mesjid Jama, istana-istana dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi. [8]Sultan-sultan Mughal yang nampaknya yang dipengaruhi oleh budayanya sebelum islam yaitu peradaban Mongo yang biasa membangun perkuburannya, juga membagun makam-makam yang indah.


C. KESULTANAN DELHI (1192-1525 M)

            Periode ini dipimpin oleh Quthubuddin Aybak setelah hancur Gaznawi (1186 M) dan dinasti Ghuri (1192 M). Dua dinasti diatas, tampaknya tidak mampu mengembangkan kekuasaannya. Sementara Aybak lebih pandai karena ia memiliki kemampuan manejemen politik dan keterampilan yang sangat hebat. Hingga akhirnya, Aybak secara independen, membentuk dinasti yang berpusat di Delhi dengan nama Kesultanan Delhi (1206-1556 M). Kesultanan yang berisi para budak militer, menandai adanya kesinambungan kepemimpinan pemerintahannya, baik dalam suksesi kepemimpinan atas dasar warisan kepercayaaan militer yang cukup panjang maupun dari segi dari keberlanjutan kepemimpinan para budak dan panglima yang tangguh berasal dari Turki dan Afganistan serta Asia Tengah[9], sebagai “penerus” trasi Diansti Mamluk.
            Dalam tulisan Daniel Pipes yang dikutip Ajid dan Ading[10], menguraikan bahwa, realitas pemerintahan Aybak (Delhi) lebih mirip dengan pola militerisme Tartar Mongol. Dalam setiap kebijakan suksesi kepemimpinan militerisme Tartar Mongol, para pengganti biasanya tidak selalu berasal dari sanak keluarga, tetapi bisa saja dari orang yang dianggap mampu memimpin dan mengembangkan kekuatan militer kelompoknya. Inilah periode kekuasaan para budak militer (the slavo soldiers) yang mewarnai wilayah timur Islam, pasca Abbasiyah. Di sebelah barat, terutam Mesir dan Siria, kekuatan seperti ini ditunjukkan oleh para budak-budak militer Turki yag teroganisasi dalam Muluk Al-Burji dan Muluk Al-Bahri. Mereka pada umumnya mencari legitimasi kekuasaan yang bernaung dibawah legitimasi para pewaris keluarga Khalipah Dinasti Abbasiyah.
            Hal itu dilakukan dalam rangka mendapat proteksi dan kharismatik dari masyarakat islam secara luas bahwa pemerintahannya diakui oleh tradisi Abbasiyah. Tradisi seperti ini banyak dilakukan pada periode sebelumnya oleh para daulat-daulat kecil (al-duwailat),  dihampir seluruh propinsi kekuasaan Abbasiya Baghdat untuk hidup secara mandiri dan setengah independen dalam berpolitik. Kemandiriannya, secara teologi politik, belum sepenuhnya mereka tunjukkan. Pada umumnya, mereka masih bernaung dalam kewajiban otoritas kekhalifahan pusat yang berdasarkan konsep klasik bahwa seorang khalifah harus berasal dari turunan Quraisy, Al-aimmat min Quraisy. Sikap seperti ini terus mereka pelihara, baik melalui pencantuman nama para khalifah pusat dalam koin mata uang, mendo’akannya dalam setiap kesempatan khotbah jum’at, bahkan melalui pemberian upeti kepada kepada penguasa pusat yang masih dianggap sakral dalam politik. Oleh karena itu, para panglima militer yang secara de facto dan de jure berkuasa penuh saat itu, secara politik di wilayah barat Baghdat, tetapi tidak berani menyebut dirinya sebagai khalifah. Mereka lebih senang untuk menyebut dirinya sebagai sultan. Mereka sangat berjasa terutama dalam menangkis berbagai serangan pasukan salib dari eropa yang hendak menjarah kembali wilayah-wilayah islam yang sebelumnya telah dikuasai oleh bangsa lain[11].
            Atas dasar itu, mereka harus berupaya untuk membuat garis geonologis yang menunjukkan bahwa ia berasal dari keluarga mulia, yakni dari silsilah keluarga raja-raja pra- islam, seperti raja Sasanid dari Persia. Mereka pada umumnya tidak mungkin menyambungkannya dengan tokoh-tokoh keluarga besar Arab. Bahkan, tidak sedikit dari mereka (para panglima), mengungkapkan konsep dan strategi militer yang diunjukkan dal hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan fisiknya. Ini dilakukan untuk menunjukkan kekuaatannya. Peran utama mereka adalah memperluas kekuatan islam. Bahkan mereka berkeinginan kuat untuk menunjukkan dan meyakinkan kepada raja dan masyarakat hindu bahwa kekuasaannya sangat besar dan selalu menempati posisi yang hebat dimata rakyat India umumnya. Peran utama ini, tampaknya didukung bukan hanya oleh kehebatannaya dalam meneta kekuatan, melainkan juga loyalitas para budaak militer yang selalu dibinanya agar terus membantu mereka dalam menjaga dan mengontrol kewibawaannya dimata rakyat India.
            Keberhasilan dan kesuksesan sultan-sultan budak sebagai tradisi Mamluk terdahulu yang diterapkan dalam memerintah wilayah sekitar India, bukan hanya mengahasilkan kontrol politik, melainkan juga sangat mewarnai proses islamisasi. Salah satu cara yang dilakukan oleh para penguasa untuk mengenalkan islam kepada mereka adalah menerjemahkan teks-teks keislaman dengan jumlah kurang lebih 1.500 buah dari bahasa Arab dan Persia kedalam berbagai lokal bahasa India. Dengan cara demikian, pemikiran tentang keislaman masuk kedalam masyarakat India, kecuali di puasat-pusat hindu yang eksrtem seperti di Vijayanagar sebagaimana temuan sayyidina Alvi sebagaimana dikutip Ajid dan Ading[12].
            Lambat daun, posisi India sebagai simboldari masyarakat muslim di Asia Selatan, secara keseluruhan berhasil mengembangkan warisan “Irano Turkish” dalam membangun peradaban di wilayah ini. Dalam hal tradisi militer , mereka membawa dasar-dasar karakter Turki, sedangkan dalam administrasi politik dan bahasa komunikasi pemerintahan (the languange of high culture), bahasa Persia menjadi bahasa pengantar, sekaligus menjadi bahasa resmi diseluruh wilayah yang berada di bawah pemerintahan mereka.
            Peran India, pada akhirnya menjadisolusi atau sebagai simbol dari arus pemikiran islam yang membeku di Timur Tengah saat itu akibat suasana yang mencekam oleh situasi Mongolisme- kembali menjadi cair oleh bangkitnya keislaman di Asia Selatan, terutama setelah Hijaz menjadi wilayah persimpangan antara India dan Mekkah. Contoh spesipik dalam hal ini adalah hubungan sultan Muhammad Tughluq (1325-1351 M) yang begitu dalam dengan pemikira Ibnu Taymiyah (1263-1327 M), seorang pemikir pasca0 Mongol. Bahkan, ia terinspirasi oleh berbagai pemikiran ulama yang satu ini hingga ia banyak menggagas kembali penegakan sistem kekhalifahan untuk diterapkan di wilayah India. Hubungan baik ia jalin melalui bahasa hubungan diplomatik dengan penguasa Mamluk di Mesir. Ternyata, mereka melindungi turunan para khalifah Abbasiyah sebagai penguasa antar waktu. Tughluq meminta legitimasi spiritual sebagai penguasa yang sah kepada para khalifah Abbasiyah di Mesir untuk memimpin umat islam di India. Kesadaran sejarah politik sunni pada periode pertengahan ternyata terus tumbuh dan dipelihara oleh proses dan tradisi seperti ini. Kejayaan ini mulai menghilang ketika imperialisme Barat mulai berdatangan yang memandang bahwa pendirian wilayah kekuasaan tidak perlu meminta izin dan legitimasi dari siapa pun, kecuali dari rakyat yang mendukungnya[13].
            Setelah periode Khalji (1290-1320 M) dan Tughluq (1320-1413 M) mulai menurun. Periode ini dipegang oleh keluarga budak sayyid (1414-1415 M M), turunan keluarga rasulullah SAW, dan keluarga Lodi (1451-1526 M). Hingga Lodi dugulingkan kepemimpinannyan ketika kalah pertempuran dengan Zahiruddin Babur yang didukung oleh Timur Lenk (1526 M). Sejak saat itu, kesultanan Delhi hancur dan diganti dengan kesultanan Mughal.


D. KERAJAAN MUGHAL

            Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Kerajaan Syafawi. Jadi, diantara tiga kerajaan besar islam tersebut kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerjaan islam pertama di anak benua india. Awal kekuasaan islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah Al-Walid, dari dinasti Bani Umayah dibawah pimpinan Muhammad Ibnu Qosim (Syed Muhammad Natsir, t.th.: 163).
            Pada fase disentegrasi, dinasti Ghaznawi mengembangkan kekuasaannya di India di bawah pimpinan Sultan Mahmud dan pada tahun 1020 M, ia berhasil menaklukkan hampir semua kerajaan Hindu di wilayah ini, sekaligus mengislamkan sebagian masyrakatnya. Setelah dinasti Ghaznawi hancur, muncul dinasti-dinasti kecil seperti Mamluk (1206-1290 M), Khalji (1296-1316 M), Tuglug (1320-1412 M), dan dinasti –dinasti lain.
            Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur, salah satu dari cucu Timur Lenk, (Syed Muhammad Natsir, t.th.: 162). Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Fergahna dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Ia berambisi dan bertekad akan menaklukkan Samarkand yag menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu. Pada mulanya, ia mengalami kekalahan tetapi karena mendapat bantu dari Raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil menaklukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu kota Afghanistan.
            Setelah kabul dapat ditaklukkan, babur meneruskan ekspansi nya ke India. Kala itu Ibrahim Lodi, penguasa India, dilanda krisis, sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam Khan, paman dari Ibrahim Lodi bersama-sama Daulat Khan, Gubernur Lahore, mengirim utusan ke Kabul, meminta batuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim di Delhi. Permohonanitu langsung diterimanya. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Setelah itu, ia memimpin tentaranya menuju Delhi. Pada tanggal 21 April 1526 M, terjadilah pertempuran yang dahsyat di Punjab. Ibrahim beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu. Babur memasuki kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya disana. Dengan demikian, berdirilah kerajaan Mughal di India.
            Setelah kerajaan Mughal berdiri, raja-raja hindu di seluruh India menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur. Namun, pasukan hindu ini dapat di kalahkan Babur sementara itu, di Afghanistan maish ada golongan yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi, Mahmud, menajadi sultan. Tetapi sultan Mahmud Lodi dengan mudah dikalahkan Babur dalam pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M. Pada tahun 1530 M, Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun setelah pemerintah selama 30 tahun, dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang cemerlang. Pemerintah selanjutnya dipegeng oleh anaknya Humayun.
            Humayan, putra sulung Babur, dalam melaksanakan pemerintahan banyak menghadapi tantangan. Sepanjang masa kekuasaannya selama sembilan tahun(1530-1539 M) negara tidak pernah aman. Ia senantiasa berperang melawan musuh. Diantara tantangan yang muncul adalah pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi. Pemberontakan ini dapat dipadamkan. Bahadur Syah melarikan diri dan Gujarat dapat dikuasai. Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam pertempuran ini Humayan mengalami kekalahan. Ia terpaksa melarikan diri ke Kandahardan selanjutnya ke Persia. Di Persia ia menyusun kembali tentaranya. Kemudian dari sini ia menyerang musuh-musuhnya dengan bantuan raja Persia, Tahmasp. Humayan dapat mengalahkan Sher Khan Syah setelah hampir 15 tahun berkelana meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan menduduki tahta kerajaan Mughal pada tahun 1555 M. Setahun setelah itu (1556 M), ia meninggal dunia karena terjatuh dari tannga perpustakaan nya, Din Panah.
            Humayan digantikan oleh anak nya, Akbar yang berusia 14 tahun. Karena ia masih muda segala urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang Syi’i. Pada masa Akbar inilah kerajaan Mughal mencapai masa keemasannya.
            Di awal masa pemerintahannya, Akbar mengahadapi pemberontakan sia-sia keturunan Sher Khan Shah yang masih berkuasa di Punjab. Peberontakan yang mengancam kekuasaan Akbar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pasukan pemberontak itu berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan menyambut kedatangan pasukan tersebut, sehingga terjadilah peperangan yang dahsyat, yang disebut panipa II pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan, ia ditangkap, kemudian dieksekusi. Dengan demikian Agra dan Gwalior dapat dikuasai penuh.
            Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran syi ‘ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranhabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orisha, Deccam, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.
            Dalam pemerintahan militeristik tersebut sultan adalah penguasa diktator, pemerintah daerah dipegang ole seorang sipah salar (kepala komandan), sedang subdistrik dipegang ole faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran. Jabatan-jabatan itu memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran.
            Akbar juga menerapkan apa yanga dinamakan dengan politik sulakhul (toleransi universal). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.
            Kemajuan yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan yang besar dan terkenal pada abad ke-17, yaitu Akbar (1556-1606), Jengahir (1606-1627) dengan permaisurinya Nurjannah, Syah Jehan (1628-2658), dan Aurangzeb (1659-1707). Setelah itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.Masing-masing dari tiga kerajaan ini mempunyai masa kejayaan sendiri baik dibidang ekonomi, budaya, maupun arsitektur. 


1.    Kondisi Politik dan Ekonomi Kerajaan Mughal Abad ke-17

       Kemantapan stabilitas politik karena sistem pemerintahan yang diterapkan Akbar membawa kemajuan dalam bidang-bidang yang lain. Dalam bidang ekonomi Kerajaan Mughal. Dapat megembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Akan tetapi, sumber keuangan negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian. Di sektor pertanian ini, komunikasi antara pemerintah dengan petani diatur dengan baik. Pengaturan itu didasarkan atas lahan pertanian. Deh, merupakan unit lahan pertanian terkecil. Beberapa Deh tergabung dalam pargana (desa). Komunitas petani dipimpin oleh seorang mukaddam. Melalui para mukaddam itulah pemerintah berhubungan dengan petani. Kerajaan berhak atas sepertiga dari hasil pertanian di negeri itu. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nilai dan baha-bahan celupan.
       Di samping untuk kepentingan dalam negeri, hasil pertanian itu di ekspor ke eropa afrika, arabia, da asia tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi, Jehangir mengizinkan Inggris dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.


2.    Kondisi Sosial Kerajaan Mughal Abad ke-17

       Di masa Akbar kerajaan tidak dilaksanakan dengan kekerasan, ia banyak menyatu dengan rakyat, bahkan rakyat dari berbagai agama tidak dipandangnya sebagai orang lain dan dirinya pun dibuatnya menjadi orang Hindustan sejati. Dalam urusan pemerintahan, dia menyusun petadbiran secara teratur yang jarang taranya, sehingga Inggris satu setengah abad kemudian setelah menaklukkan India, tidak dapat memilih jalan lain, hanya meneruskan administrasi Sultan Akbar.
       Amir-amir dan sultan-sultan Islam yang selama ini berkuasa di daerahnya sendiri dengan cara kesewenang-wenangan bersama dengan para maharaja beragama Brahmana, berkat Akbar semuanya telah menjadi tiang-tiang bagi sebuah imperium islam yang besar di Benua India. Disamping itu, pemerintahan tidak dipegangnya sendiri, tetapi diadakannya menteri-menteri. Kepada pemungut pajak diperintahkan dengan keras agar tidak memungut pajak dengan memaksa dan memeras. Di dalam persoalan agama, beliau sangat toleran dan bagi orang yang beragama Hindu dihormati oleh Akbar dan tidak dipaksa untuk memeluk agama islam (Hamka, 1987: 150-1). Dengan demikian Akbar adalah seorang reforman Kerajaan Mughal yang telah menata pemerintahan dengan sistem yang lebih baik di bandingkan dengan sistem yang lebih baik dibanding dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya. Di bidang agama, ia adalah sebagai tokoh moderat yang memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
       Dengan adanya kebijakan seperti di atas , rakyat India sangat simpati kepadanya dan kehidupan sosial masyarakat saling hormat-menghormati serta senantiasa menjunjung tinggi toleransi. Setelah Akbar wafat, Kerajaan Mughal diganti oleh Salim dengan gelar Nuruddin Muhammmad Jangahir Padshah Ghazi,( Syed Muhammad Natsir, t.th.: 272). Jangahir dalam memerintah kerajaan tidak sehebat ayahnya Akbar, ia terlalu baik hati dan lemah terutama karena pengaruh permaisuri yang suka mencampuri yang suka mencampuri pemerintahan di belakang layar. Jangahir beraliran sunni, bahasa resmi yang dipakai adalah bahasa Persia (Hamka, 1987: 155).


3.    Kondisi Pengetahuan dan Seni Kerajaan Mughal Abad ke-17

       Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi Kerajaan Mughal Abad ke-17, mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan, seni dan budaya. Dibidang pengetahuan kebahasaan Akbar telah menjadikan tiga bahasa sebagai bahasa nasional, yaitu bahasa Arab sebagai bahasa Agama, bahasa Turki sebagai bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahasa Istana dan kesusastraan (Hamka, 1987: 152). Selain itu, Akbar memodifikasi tiga bahasa tersebut ditambah dengan bahasa Hindu dan menjadi bahasa Urdu (Hamka, 1987: 152). Di bidang filsafat cukup maju dan satu diantara tokohnya adalah Akbar sendiri, sementara ahli tasawuf yang terkenal pada masa itu adalah Mubarok, Abul Faidl, dan Abul Fadl, (Hamka, 1987: 152).
       Sementara karya seni yang paling menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun bahasa India. Penyai India yang yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayadi seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar yang berjudul Padmavad, sebuah karya alegolis yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia, (Yatim, 1997: 151). Karya seni yang dapat dinikmati sekarang merupakan karya seni terbesar yang tercapai Kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar, dibangun istana Fatpur di Sikri, vila, dan masjid yang indah. Pada zaman Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Aqra, Masjid Raya Delhi di Istana Indah, Lahore, (Yatim, 1997: 151).
       Gedung-gedung sejarah yang ditinggalkan periode ini (abad ke-17)adalah Tajmahal di Aqra, istana-istana dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi. Sultan-sultan Mughal juga mendirikan makam-makam yang indah,(Nasution, 1985:86). Berdasarkan ilmu pengetahuan di atas maka ilmu pengetahuan, seni dan budaya pada masa Kerajaan Mughal cukup pesat khususnya pada masa Akbar dan Aurangzeb.


B. KEMUNDURAN DAN RUNTUHNYA KERAJAAN MUGHAL

            Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di punjak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup membuat dia mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemuduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, ajang separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan islam dibagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya di izinkzn oleh Jehangir menanamkan modal di India, denhan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
            Pada masa Aurangzeb, pemberontak terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah ia wafat penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problem yang ditinggalkan.
            Sepeninggalan Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[14] Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut alira Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena nasipnya yang terlampau memaksakan ajaran syi’ah kepada mereka.[15]
            Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi pemerintahannya ditentang oleh Zulfikar Khan putra Azad Khan, waris Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M dan digantikan oleh putranya, Jihandar Syah dapat disingkirkan oleh Frukh Siyar tahun 1713 M.
            Frukh Siyar berkuas sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid, tapi tewas ditangan penduduknya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya, diangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun, ia dan pendududknya terusir oleh suku Asyfar di bawah pi mpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapnya kekuasaan safawi di Persia. Keinginan Nadir Syah untuk menundukkan kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini banyak sekali memberikan bantuan kepada pemberontak Afghan di daerah Persia.[16] Oleh karena itu, pada tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, ia menyerang kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia bersedia memberi hadiah yang sangat banyak kepada Nadir Syah. Kerajaan Mughal baru dapat melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan dipegang Chin Qilich Khan yang bergelar Nizam Al-Mulk (1722-1732 M) karena mendapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi, tahun 1732 M, Nizam Al-Mulk meninggalkan Delhi menuju Hiderabet dan menetap disana.[17]
            Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintah daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusa, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Hiderabat dikuasai Nizam Al-Mulk, Marathas dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri dibawah pimpinan Jai Singh dari Amber, punjab dikuasai oleh Sadat Khan, Bengal dikuasai Syuja’Al-Din, menantu Mursyid Qulli, penguasa Bengal yang diangkat Aurangzeb. Sementara wilayah-wilayah pantai banyak yang dikuasai para pedagang asing.
            Disentegrasi wilayah kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang disamping melepaskan loyalitas terhadap pemerintah pusat, juga mereka senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksistensi dinasti Mughal itu sendiri.
            Setelah Muhammad Syah meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh Ahmad Syah (1748-1754 M)kemudian diteruskan ole Alamghir II(1754-1759 M), kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani dari Afghan. Kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejak itu Mughal berada di bawah kekuasaan Afghan, meskipun Syah Alam tetap di izinkan memakai gelar sultan.
            Ketika Kerajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada tahun itu juga perusahaan inggris yang sudah semakin kuat mengangkat senjata melawan pemerintah Kerajaan Mughal. Peperangan berlangsung berlarut-larut. Akhirnya, Syah Alam membuat perjanjian damai dengan menyerahkan Oudh , Bengal, dan Orisa pada Inggris.[18] Sementara itu, Najib Al-Daula, wazir Mughal dikalahkan oleh aliansi Sikh-Hindu, sehingga Delhi dikuasai Sindhia dari Marathas. Akan tetapi Sindhia dapat dihalau kembali oleh Syah Alam dengan bantuan Inggris (1803 M).[19]
            Syah Alam meninggal tahun 1804 M. Tahta kerajaan selanjutnya dipegang ole Akbar II (1806-1837 M). Pada masa pemerintahan Akbar memberi konsesi kepada EIC untuk mengembangkan usahanya di anak benua india sebagaimana yang diinginkan Inggris, tapi pihak perusahaan harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan sudah berada ditangan Inggris, meskipun kedudukan dan gelar sultan dipertahankan. Bahadur Syah (1837-1858 M), penerus Akbar, tidak menerima isi perjanjian antara EIC dengan ayahnya itu, sehingga terjadi konflik antar dua kekuatan tersebut.
            Pada waktu yang sama, pihak EIC mengalami kerugian, karena penyelenggaraan administrasi perusahaan yang kurang efisien, padahal mereka harus menjamin kehidupan istana. Untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat merasa ditekan , maka mereka baik yang beragama Hindu maupun islam bangkit mengadakan pemberontakan. Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan kerajaan Mughal di India. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M
            Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak dihancurkan dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir diusar dari istana (1858 M).[20] Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan India dan tinggallah di sana umat Islam yang berjuang mempertahankan eksistensi mereka.
            Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
1.    Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
2.    Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
3.    Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dala melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sanat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4.    Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.



[1] Ibid.h. 500
[2] Ibid.h. 501
[3].Ibid
[4] Ahmad sylabi, Taulih Islam wa-Khadarah al-Islamiyah, Cairo, Maktabah Nahdh al-Mishriyah, 1979,Juz IV, 35.
[5] Harun nasution, Islam ditinjau dari beberapa aspek, Jakarta, UI Press, 1985,h.62
[6] Hasan ahmad mahmud, Al islam wa al Hadharat fi asia wa al-wustha baina al-fathain al- arabia wa al- turki, cairo, Dar al-vahdhah,1965, h.206.
[7] Hasan ibrahim hasan, Tarikh al-islam wa alsiasi wa al-din wa al saqati wa al-ijtima’i, kairo, maktabah al nahdhah-misriyah, 1979, h.86
[8] Nasution, islam ditinjau dari beberapa aspek....,h.79.
[9] Ajid thohir & Ading Kasdiana. Islam di Asia Selatan. Bandung: humaniora, 2006, hlm.88.
[10] Ibid
[11] Harun nasution, op cit., hlm. 78, lihat pula Ading dan Ajid, op. Cit., hlm. 89.
[12] Op. Cit., hlm. 90.
[13] Syed Amir Ali. Api islam,Terj. H.B. Jasin. Jakarta: Bulan-Bintang, 1978, hlm. 261-263
[14] S.M. Ikram, muslim civilitation in india, (new york: colombia university press), hlm. 254.
[15] Ibid. Hlm. 255
[16] Hamka, op. Cit.., hlm. 161-162
[17] S.M. Ikram, op. Cit., hlm. 258
[18] Hamka, op. Cit.., hlm. 163
[19] S.M. Ikram, op. Cit., hlm. 256
[20] Ibid. Hlm. 277
 







Kesimpulan:

          Islam masuk ke India melalui kontak militer, Faktor yang mendukung pengembangan islam ke India adalah keinginan untuk menyebarluaskan Islam ke daerah itu tanpa menghadapi hambatan dari raja-raja Hindu, disertai dengan semangat ingin mendapatkan Ghanimah, sebab wilayah India kaya dengan kuil-kuil emas yang akan menjadi kekayaan bagi tentara islam dan pemerintah yang menakluknya. Islam berkembang dan tumbuh dengan pesat di negara ini hal ini dapat dibuktikan dengan kerajaan/kesultanan besar seperti kerajaan Mughal dan kesultanan Delhi.


























Daftar pustaka

Yatim M.A, Dr Badri, SejarahPeradaban Islam, dirasah islamiyah II, (Jakarta: RAJAWALI PERS, 2003)
Supriyadi M.Ag, Dedi. Sejarah Peradaban Islam,pengantar prof. Dr.H.I.Nurul Aen, MA., fakultas syri;ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung (Bandung: Pustaka Setia, 2002)
Rohana M.Hum, Dra. Laila dan Achiriah M.Hum, Dra, Sejarah Peradaban Islam (citapustaka, MEDIA PERINTIS, penerbit buku umum dan perguruan tinggi, 2006)

 























 

1 komentar:

  1. satu komentar anda sangat berarti bagiku sbg penulis, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran anda sekalian.

    BalasHapus